RSS

Pramuka sebagai Ekstrakurikuler Wajib di Kurikulum 2013: Bagaimana Sikap Kita?

Bukan polisi dan bukan tentara, coklat tua coklat muda seragamnya. Tongkat dan tali itulah senjatanya, Tri Satya dan Dasa Dharma pedomannya. Orang bilang itu namanya Pramuka, singkatan dari Praja Muda Karana. Orang bilang itu namanya Pramuka, rakyat muda yang selalu siap berkarya…
Siapa tak kenal Pramuka? Mayoritas orang pasti pernah mempunyai pengalaman sebagai seorang Pramuka. Bagaimana tidak? Sejak SD, kita diperkenalkan dengan kegiatan ini, berlanjut di SMP dan SMA bahkan mungkin di perguruan tinggi.
Sebait lirik sederhana di atas, cukup menggambarkan profil seorang Pramuka. Seorang dengan pakaian coklat tua coklat muda dan mempunyai janji Satya Pramuka serta sikap Dharma Pramuka. Pramuka, Praja Muda Karana, pemuda yang berkarya. Mungkin alasan inilah yang mendasari Pemerintah untuk memasukkan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di kurikulum pendidikan 2013.
Seperti yang kita ketahui, kegiatan Pramuka saat ini wajib diselenggarakan di tingkat SD-SMA. Namun keputusan Pemerintah yang bertujuan baik ini tak elak menuai pro dan kontra. Sebagian menyambut dengan gembira dan setuju dengan keputusan tersebut, namun ada juga sebagian yang menolak dan mencibir.
Pro-kontra diterapkannya suatu kebijakan baru memang wajar. Namun yang terpenting adalah bagaimana kita menanggapi kebijakan baru tersebut dengan bijak, menanggapi berdasarkan fakta/ bukti yang mendukung, bukan hanya opini yang didasarkan pada perasaan belaka.
Pada kenyataannya, pihak yang menolak/ kurang sepaham dengan kebijakan Pemerintah yang menjadikan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib bukan hanya dari kalangan masyarakat awam, namun juga kalangan guru selaku orang-orang yang berperan langsung dalam pendidikan.
Sebagian orang menilai kebijakan Pemerintah menjadikan kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib sebenarnya justru melawan asas sukarela Pramuka. Selain itu keputusan menjadikan Pramuka bersifat “wajib” seperti belum diimbangi dengan ketersediaan sumber daya yang memadai. Pembina yang kurang berkompeten, penggunaan seragam oleh anggota Pramuka yang tidak sesuai aturan, serta kurikulum yang (terkesan) sama antara pendidikan Pramuka SD, SMP, dan SMA adalah hal-hal yang menjadikan kegiatan Pramuka kurang menarik bagi sebagian masyarakat.
Keberadaan Pembina selama ini kebanyakan hanya sebagai formalitas, Pembina yang seharusnya lebih ‘pandai’ dari anggotanya, kenyataannya justru tidak ‘mengenal’ kegiatan Pramuka yang diampunya. Hal ini terjadi karena pemilihan Pembina Pramuka di sekolah tidak berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, Pembina bukan orang yang punya latar belakang pendidikan Pramuka. Selain itu, hubungan Pembina dengan Majelis Pembimbing Gudep terkesan sebagai hubungan karir antara guru dengan kepala sekolah.
Tentang seragam, meskipun sudah diterapkan aturan tentang tata cara penggunaan seragam Pramuka, namun banyak anggota yang tidak mematuhi aturan tersebut, sehingga tidak nyaman dipandang ketika beberapa memakai Seragam Pramuka Lengkap, namun sebagian anggota memakai seragam tidak sesuai aturan, dan selama ini tidak semua yang melanggar aturan tersebut mendapat sanksi yang tegas. Hal ini memang sebuah dilema, karena seragam Pramuka yang diterapkan sebagai seragam sekolah bukan SPL yang sesungguhnya, melainkan hanya sebatas baju coklat tua dan coklat muda, tanpa atribut lengkap yang menyertainya.
Selain karena faktor dari internal kepramukaan, beberapa orang –termasuk guru- sulit untuk menerima kegiatan Pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib karena mereka menilai ada ekstrakurikuler-ekstrakurikuler lain yang lebih pantas untuk diwajibkan, seperti ekstrakurikuler bahasa Inggris ataupun koperasi.
Namun sebelum kita sepakat dengan alasan-alasan di atas, hendaknya kita mencoba memandang kebijakan Pemerintah ini dari sudut pandang yang berbeda. Tak kenal maka tak sayang, maka hendaklah kita mengenal lebih jauh, memahami lebih dalam sebelum membuat penilaian.
Meskipun secara umum kita diperkenalkan Pramuka sejak SD, namun tak banyak orang yang memahami kegiatan yang satu ini. Selama ini, masyarakat umumnya memandang kepramukaan sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan setiap hari Jumat/Sabtu sepulang sekolah, yang penuh dengan tepuk dan nyanyian, dan yang paling terkenal dari kegiatan ini adalah ‘berkemah’. Sebenarnya tidak salah jika kesan itulah yang ditangkap kebanyakan orang mengenai kegiatan Pramuka. Namun sebenarnya Pramuka tidak sebatas tepuk dan nyanyian. Filosofi dan simbol-simbol di dalamnya sangat bermakna jika kita memahami dengan baik.
Pramuka, Praja Muda Karana, pemuda yang berkarya, begitulah kira-kira artinya. Kegiatan ini dimaksudkan agar para pemuda memiliki kegiatan-kegiatan positif, berkarya membangun diri maupun bangsanya melalui wadah ini. Menurut UU RI Nomor.12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka, Pendidikan Kepramukaan adalah proses pembentukan kepribadian, kecakapan hidup, dan akhlak mulia  pramuka melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kepramukaan.
Alasan Pemerintah memilih kegiatan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib tercantum dalam 6 perubahan pokok pada kurikulum 2013. Melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaanlah peserta didik diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter baik menyangkut nilai-nilai kebangsaan, keagamaan, toleransi, dan lainnya berkaitan dengan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Keputusan untuk menjadikan kegiatan Pramuka bersifat wajib memang bertentangan dengan prinsip sukarela dalam kepramukaan. Sukarela berarti seseorang memilih menjadi seorang Pramuka karena kemauannya sendiri, bukan karena paksaan. Namun coba kita berpikir ulang, bukankah perbuatan baik kadang harus dimulai dengan ‘paksaan’?
Penggunaan seragam yang tidak sesuai dengan aturan memang sangat terlihat dalam pelaksanaan kegiatan Pramuka. Sebagaimana yang kita ketahui, sudah sejak lama seragam Pramuka dijadikan sebagai seragam sekolah pada hari Jumat/Sabtu, dan seragam Pramuka yang diterapkan sebagai seragam sekolah ini jauh dari aturan Seragam Pramuka Lengkap (SPL). Hal ini mungkin pada saat lampau, kebijakan ini diterapkan tanpa adanya pemahaman yang benar mengenai SPL. Namun kini dengan adanya UU tentang Gerakan Pramuka yang memuat jelas tentang cara berseragam Pramuka, apalagi ditambah dengan petunjuk penggunaan seragam Pramuka terbaru, diharapkan anggota Pramuka lebih memahami dan menerapkan cara berseragam Pramuka yang benar.
Jika selama ini kegiatan Pramuka dianggap tidak lebih bermanfaat dibandingkan dengan ekstrakurikuler lain, hal ini karena kegiatan Pramuka yang terkesan monoton, hanya berkutat pada tali-temali, tepuk, menyanyi, dan berkemah. Namun jika kita memahami kurikulum pendidikan Pramuka dengan benar, kita justru akan sepakat jika kegiatan yang satu ini merupakan kegiatan yang bermanfaat karena dapat mewadahi minat dan bakat setiap peserta didik (anggota Pramuka). Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap Pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat  hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup (pasal 4 Bab II UU RI no.12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka). Pendidikan kepramukaan dimaksudkan untuk menciptakan manusia yang ideal, dalam kegiatan ini semua kreativitas peserta didik dapat ditampung dan diapresiasi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sistem penghargaan yang berupa TKU (Tanda Kecakapan Umum) yang akan diperoleh peserta didik karena kemampuan umum yang dimiliki sesuai dengan tingkatan usianya, serta adanya TKK (Tanda Kecakapan Khusus) yang akan diperoleh peserta didik sesuai dengan bakat/minat yang dimiliki seperti memasak, berenang, menabung, memanah, dan masih banyak lagi.
Kejenuhan peserta didik terhadap kegiatan Pramuka yang sama sejak tingkat SD sampai SMA, sebenarnya dapat dihindari karena kegiatan Pramuka memiliki kurikulum yang berbeda di setiap jenjangnya. Kegiatan Pramuka membedakan pendidikan sesuai dengan golongan usia peserta didik/anggotanya, hal ini dapat kita lihat dengan adanya istilah “Siaga”, “Penggalang”, “Penegak”, dan “Pandega”. Penggolongan tersebut bukan tanpa maksud. Penggolongan tersebut berdasarkan usia peserta didik, penggolongan inipun juga sesuai dengan perkembangan psikologi anak. Penggolongan ini bertujuan agar peserta didik memperoleh pendidikan kepramukaan sesuai dengan usianya.
Pendidikan kepramukaan sebenarnya bersifat luas, tidak terbatas dan terfokus pada tali-temali, menyanyi, dsb. Pendidikan kepramukaan boleh dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman, asalkan tetap sesuai dengan tujuan Pramuka. Siapa bilang Pramuka harus berkemah di hutan, membawa tongkat dan tali?Siapa bilang Pramuka tidak peduli dengan kemampuan bahasa asing, berkoperasi, internet, dan hal-hal lain yang berbau modern? Tidak ada bukan?
Terlepas suka tidaknya kita terhadap Gerakan Pramuka, bukankah alangkah lebih baik jika kita mencoba menerima kebijakan yang telah diterapkan Pemerintah? Pemerintah memang bukan pihak yang sempurna. Untuk itu peran serta kita sebagai masyarakat sangat diperlukan, bukankan Pemerintah memberlakukan kebijakan tersebut dengan maksud yang baik? Oleh sebab itu sebagai warga negara yang baik, meskipun hati nurani belum dapat menerima, alangkah baiknya jika kita juga mengupayakan dengan semampu kita agar kebijakan baru tersebut berlangsung dengan lancar sehingga tujuannya dapat tercapai dengan baik.
Jika kita mencoba flashback beberapa tahun silam, saat kepemimpinan Presiden Soeharto, saat itu kegiatan Pramuka juga sudah menjadi kegiatan wajib untuk anak-anak sekolah. Kebijakan tersebut didukung sepenuhnya oleh Presiden saat itu yang dibuktikan dengan aktifnya Presiden Soeharto bersama istri dalam beberapa acara kepramukaan. Dengan keikutsertaan pemimpin di dalam kegiatan kepramukaan saat itu mendorong masyarakat untuk turut berpartisipasi di dalam kegiatan kepramukaan. Dengan partisipasi masyarakat saat itu, kepramukaan di Indonesia dapat berjalan dengan baik, hal tersebut tercermin dari beberapa kegiatan kepramukaan yang diadakan di sekolah-sekolah seperti Perkemahan Sabtu Minggu (Persami) dan kegiatan perlombaan dalam rangka memperingati Hari Pramuka.
Memang jika kepramukaan saat ini tidak dapat disamakan dengan kegiatan kepramukaan pada masa lalu. Hal ini berkaitan dengan perkembangan IPTEK dan perubahan alam yang menjadikan beberapa kegiatan kepramukaan tidak dapat dilaksanakan seperti dahulu. Hal ini bukanlah suatu masalah, karena sejatinya kegiatan kepramukaan boleh dan dapat dikemas sesuai perkembangan jaman dengan tidak meninggalkan tujuan utama diadakannya gerakan ini.

Meskipun kebijakan ini berasal dari Pemerintah, namun tanggung jawab terlaksananya kegiatan ini sebenarnya adalah tanggung jawab kita bersama. Akan sangat disayangkan jika program/ kebijakan yang bertujuan baik untuk pendidikan dan anak-anak Indonesia ini tidak terealisasi dengan baik. Diperlukan kerjasama antara masyarakat, pendidik, dan Pemerintah agar keputusan yang sudah dikeluarkan ini tidak sia-sia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

9 komentar:

Dhee mengatakan...

Walaupun panjaaaaaaaaaang sekali, aku moco seko awal tekan akhir. .

MarieZ mengatakan...

haha. . thx sist. .

Anonim mengatakan...

maaf ya sebelumnya mbak
saya perwakilan dari pelajar ingin menyampaikan opini yang telah diamini oleh 99% pelajar yang telah saya tanyai
menurut kami pramuka terlalu banyak menyita waktu! karena sekolah telah memberikan tugas& pr yang cukup banyak! selain itu pramuka terkadang kegiatan gak jelas! dan terlalu memaksa!
kalau toh disuruh untuk berkarya, kami memiliki spesialisasi kemampuan khusus! tidak mesti dipramuka!!! memang dipramuka ada bidang itu, tapi itu hanya bidang!!! bukan badan utama!!!! kalau kita umpamakan sebuah pohon itu hanya sebagai rantingnya saja bukan batangnya!!!! mbakkan tahu sendiri kalo mau sukses ya lihat kesempatan yang lebih besar!!!! cari yang bisa lebih mengasah kemampuan kita!!! kalo mbak memungkirinya cobalah lihat perguruan tinggi!!!! perguruan tinggikan pelajarannya sudah terjurus dan dapat lebih mendorong peserta didiknya untuk maju!!! SMA saja sudah terjurus!!!! masak mau jadi kayak anak SD yang masih luas pelajarannya dan masih kecil!!!! kita itu sudah dapat melihat potensi diri mbak!!!! jangan dipaksakan untuk ikut pramuka!!! yang belajar terlalu luas!!!! kayak pendidikan di Indonesia yang semuanya harus dikuasai!!!!! BERPIKIRLAH!!!!!!!!!!!!!!
sekian terimakasaih
maaf kalau kasar
tapi itu fakta

Unknown mengatakan...

betul harusnya pramuka dengan gaya pengajarannya yang tidak bisa mengupgrade bakat dan minat siswa hanya menambah beban saja ... harusnya kurikulum pramuka dibuat bervariasi sehingga ada perbedaan untuk anak SD, SMP dan SMA ... kalau saya dari pada ikut pramuka mendingan ikut ekskul futsal.

Unknown mengatakan...

Pramuka seharusnya jangan diwajibkan. Karena jika diwajibkan, tentu akan melanggar UU Kepramukaan itu sendiri. Dan yang perlu digaris bawahi, kegiatan ekskul wajib pramuka itu hanya ada di Indonesia. Silahkan jika tidak percaya. Namun saya juga meyakini bahwa pramuka adalah wadah pembinaan karakter anak untuk menjadi anak yang berakhlak mulia. Namun semua itu kembali kepada kepribadian anak itu sendiri.

Unknown mengatakan...

Pramuka seharusnya jangan diwajibkan. Karena jika diwajibkan, tentu akan melanggar UU Kepramukaan itu sendiri. Dan yang perlu digaris bawahi, kegiatan ekskul wajib pramuka itu hanya ada di Indonesia. Silahkan jika tidak percaya. Namun saya juga meyakini bahwa pramuka adalah wadah pembinaan karakter anak untuk menjadi anak yang berakhlak mulia. Namun semua itu kembali kepada kepribadian anak itu sendiri.

MarieZ mengatakan...

wah ternyata banyak yang komen ya. .terimakasih apresiasinya

@anonim dan Draggy Fox: mohon maaf di artikel ini saya bukan sebagai pihak yang mewajibkan pramuka. .coba baca dengan baik. suka/tidak suka itu hak masing2 orang, karena setiap hati punya rasa yang berbeda.
@darmawan hadiwijaya, betul. .tantangan pembina dan penggerak pramuka pada umumnya ya pak
@yoga m dewantara, yup. .memang ada baiknya jika tidak diwajibkan, setuju juga memnag kembali ke kepribadian masing2

Anonim mengatakan...

Keputusan untuk menjadikan kegiatan Pramuka bersifat wajib memang bertentangan dengan prinsip sukarela dalam kepramukaan. Sukarela berarti seseorang memilih menjadi seorang Pramuka karena kemauannya sendiri, bukan karena paksaan. Namun coba kita berpikir ulang, bukankah perbuatan baik kadang harus dimulai dengan ‘paksaan’?


Idihhhhhh. Saya coba kasih cerita logika. bayangkan aja.

Saya dr kecil emang suka pekerjaan sebagai dokter. Setelah dewasa, keinginanku terkabul, aku menjadi dokter beneran. Katakanlah saya adalah dokter yang elite. Tau sendiri kan kalo dokter itu pekerjaan yang mulia. Apalagi gaji dokter itu gede. Nah, temen saya ini berprofesi sebagai seniman. Bagusnya Hasil dari seni yang dibuatnya sangat indah. Sampai pernah diundang ke negaara lain. Katakanlah, saya punya kewenangan untuk memaksa seseorang sesuai dengan kehendak saya. Suatu ketika saya memaksa temen saya untuk menjadi dokter. Temen saya gk mau, padahal gajinya tinggi loh. lebih tinggi dari seniman. Pekerjaan sbg dokter itu juga pekerjaan yg mulia. Tapi dia tetep ga mau. Nah setelah itu saya kasih bacotan "bukankah sesuatu yg baik kadang harus dimulai dengan paksaan?"

kesimpulan : jangan hanya memikirkan pemikiranmu sendiri. cobalah mengerti tentang orang lain. Oiya situ guru ya. Haha banyak sekali guru guru sd smp saya yg punya pemikiran spt anda. Menganggap pemikirannya adalah yg paling benar tanpa mau mengerti orang lain. Saya sendiri gatau knp

Unknown mengatakan...

Selebww

Posting Komentar