RSS

Astaghfirullah...

Astaghfirullah

Pagi yang cerah. Mentari bersinar menyapa ramah para penghuni bumi. Udara masih terasa segar. Titik-titik embun masih belum mau beranjak dari dedaunan. Kicauan burung menambah indahnya pagi itu.
Di suatu rumah, terdengar percakapan antara dua orang. Dua orang itu adalah seorang anak laki-laki berusia dua puluh tahun dan ibunya yang berusia sekitar empat puluh tahun.
Anak laki-laki itu berkata kepada ibunya,”Bu, aku perlu uang kali ini. Aku ingin meminta uang kepada ibu. Bolehkah?”
Sang ibu terdiam sejenak, lalu berkata,”Boleh saja. Tetapi, berapa uang yang kamu perlukan? Kalau banyak-banyak ibu juga tidak bisa memberi.”
“Cuma 500 ribu kok, Bu. Lusa aku kembalikan.”
“Apa? 500 ribu? Ibu tidak punya kalau segitu. Memangnya mau buat apa sih?”
“Ya, pokoknyalah, Bu. Buat usaha kerja lain. Masa’ ibu nggak punya?”
“Waduh, piye ya, Le. Uang ibu Cuma sekitar 200 ribu.”
“Emm…Kalung ibu itu ‘kan lumayan kalau digadai.”
“Apa? Tidak! Ibu tidak akan menjual kalung ini. Kalung ini satu-satunya harta berharga yang kita miliki. Ibu hanya akan jual kalung ini kalau kita benar-benar dalam kesempitan.”
“Bukan dijual, Cuma digadai. Lusa pasti kembali, aku janji, Bu! Ayolah, Bu. Masa’ ibu nggak mau lihat anakmu ini lebih maju.”
“Memangnya kamu mau kerja apa ta? Kok pake’ modal 500 ribu segala?”
“Ntar lah, Bu. Kalau udah dapat hasil dari kerjaku itu, ibu aku kasih tahu.”
Dengan berat hati sang ibu akhirnya melepas kalung dari lehernya dan memberikannya kepada si anak. Si anak langsung menerimanya dengan senyum bahagia lalu berpamitan kepada ibunya.
“Bu, terima kasih, ya! Aku mau pergi dulu.”
“Mau pergi ke mana? Kalau pulang jangan malam-malam seperti kemarin lho! Oh iya, kemarin ada laki-laki nyari kamu. Rambutnya cepak, pake anting-anting. Itu temanmu bukan, Le?”
“Oh….I…i..iya, Bu.”
“Masa’ temanmu seperti itu., seperti preman saja. Ingat-ingat pesan ibu, teman itu akan mempengaruhi sifatmu. Kalau kamu berteman dengan orang yang baik, kamu akan jadi orang yang baik pula. Tapi kalau kamu berteman dengan orang-orang yang jelek tingkah lakunya, kamupun akan menjadi seperti mereka.”
“Iya, Bu.”

Dua hari kemudian…
“Bu, ini uang ibu kukembalikan.”
“Terima kasih, Le. Tapi, dari mana saja kamu? Dua hari nggak pulang.”
“Maaf, Bu. Aku kemarin nginep di rumah teman.”
“Teman? Teman yang mana?”
“Yang di Kalilarangan, Bu.”
“Kalilarangan? Itu ‘kan daerahnya preman-preman. Ah, sudahlah… Ngomong-ngomong bagaimana kerjaan barumu itu? Kamu belum mau memberi tahu ibu?”
“Ya, begitulah, Bu. Lumayan. Tunggulah sampai waktunya nanti aku kasih tahu, Bu.”
“Ya sudah kalau begitu. . Ibu hanya berpesan padamu. Semiskin apapun kita, jangan jadikan kemiskinan itu sebagai alasan untuk melakukan pekerjaan yang haram. Uang yang didapat dari pekerjaan haram itu nggak akan bermanfaat, Le. Harta yang haram itu ndak akan diridhai Allah. Sebanyak apapun harta itu, kalau didapat dari pekerjaan yang tidak halal, tidak akan membuat pemiliknya puas. Sebaliknya, sedikit apapun harta yang kita dapat dari pekerjaan yang halal, pasti akan terasa nikmat dan bermanfaat. Ingat itu!”
“Baik, Bu. Oh iya, Bu. Ntar sore aku pergi lagi, aku titip tas ini ya?”
“Tas siapa ini? Isinya?”
“Tas temanku. Jangan dibuka ya, Bu!”
“Baiklah.”
Keesokan harinya….
Kring….Kring…Kring…
Telepon berbunyi. Sang ibu langsung mengangkat telepon itu.
“Halo”, kata suara di seberang telepon.
“Iya. Maaf, dengan siapa ini?” jawab ibu.
“Ini putramu, Bu.”
“Ha? Ada apa ta, Le? Kok tumben telepon ke rumah.”
“Bu, sebelumnya aku minta maaf sama ibu. Aku telah melakukan dosa besar, aku telah melanggar nasihat ibu.”
“Ada apa? Ibu jadi bingung. Ibu pasti memaafkan kamu kok. Seorang ibu tidak akan mebenci anaknya ‘kan?”
“A…ak…aku sekarang berada di kantor polisi, Bu. Ibu jangan sedih, jangan marah, ya!”
“Kantor polisi? Kenapa?”
“ Ibu… Ibu masih ingat tas yang kutitipkan kemarin? Sekarang ibu boleh lihat isinya…”
Sang ibu meninggalkan telepon dan kemudian membuka isi tas yang dimaksud. Betapa terkejutnya ibu itu ketika mengetahui isi tas tersebut. Dari bibirnya terucap kata, “Astaghfirullah….!”


Marina Rizki Tri Cahyani
XII IPA 6
28
Readmore → Astaghfirullah...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Semua Ada Hikmahnya

Semua Ada Hikmahnya

Perpisahan selalu saja menimbulkan kesedihan. Seperti yang kualami saat ini. Aku bersama keluargaku sedang berada di stasiun. Ya, hari ini aku ke stasiun untuk pergi ke kota yang jauh dari tempatku kini berada, kota yang namanya saja baru kukenal sebulan yang lalu. Sebuah kota yang memerlukan waktu sekitar 7 jam untuk kutempuh dari rumahku.
Ayah, ibu, kakak, dan adikku berkumpul semua saat ini untuk mengantarku. Kulihat mereka tersenyum memberiku semangat untuk menyambut kehidupanku di kota baru nanti. Aku pun turut tersenyum, walau sebenarnya hatiku menangis. Menangis karena sedih. Sedih karena aku akan berpisah dengan keluargaku tercinta dalam waktu yang cukup lama, berpisah dengan teman-temanku tersayang, kota ternyaman, beserta kenangan-kenangan indah di dalamnya.
Aku berusaha tegar, karena aku tahu ini demi masa depanku. Aku akan pindah ke kota lain untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Aku tak tahu mengapa ayah memintaku untuk bersekolah di kota lain itu, bukankah pendidikan di kotaku ini juga sudah baik. Ah, entahlah, aku hanya ingin menjadi anak berbakti. Mungkin aku akan menemukan jawabannya kelak.
Keretaku sudah tiba. Segera kuangkat barang-barang keperluanku. Adik dan kakakku membantuku membawakannya ke dalam kereta. Ketika kereta mulai berjalan, kulihat keluargaku tersenyum dan melambaikan tangan. Di mata mereka terlihat harapan yang sangat besar padaku, terutama di mata ayah.
Kereta semakin jauh meninggalkan stasiun. Dalam hati aku berjanji, “Ayah, Ibu, aku akan berjuang demi cita-citaku, demi kebahagiaan kalian, dan demi keluarga kita.”
* * *
Dua tahun satu bulan sudah aku hidup di kota baruku ini. Sebuah kota pelajar di Jawa Tengah. Kini, aku duduk di kelas XII di sebuah SMA favorit di kota ini.
Hari ini hari ke empat belas aku berada di kelas XII. Tetapi aku belum mengenal semua tenman-temanku di kelas ini. Aku memang sulit mengenal orang. Tetapi nampaknya itu hal yang wajar untuk seorang laki-laki seusiaku.
Hari ini aku duduk di bangku kedua dari belakang. Di depanku duduk dua orang siswi. Baru kali ini aku dan mereka duduk berdepan-belakang, jadi aku tak tahu nama mereka, apalagi berbicara dengan mereka. Tetapi salah satu siswi tersebut sudah tahu namaku dan dia mulai menyapaku.
“Hi, Arya. Udah tahu namaku? Hehehehe….Kayaknya kita udah setengah bulan di kelas ini, tapi baru kali ini ya kita ngomong?”
“Oh…eh…ya…hee” jawabku gugup karena aku terkejut betapa beraninya siswi ini menyapaku lebih dahulu,”Oh ya, namamu siapa? Maaf, aku emang belum kenal siswa-siswa di kelas ini.”
“Ah…Tak apa. Maklum, cowok emang gitu, ga’ peduli lingkungan sekitar, hehehehe….Namaku Zakiyah Insani. Tapi kalau manggil aku Zakiyah, jangan Zaki ya…!”
“OK. Oh ya, panggil aku Ari aja ya.”
“OK.”
Kami menghentikan pembicaraan karena guru sudah datang dan pelajaran akan dimulai. Hatiku bertanya mengapa siswi di dekat Zakiyah tidak ikut berkenalan, bahkan menengokpun tidak. Sepertinya dia orang yang pendiam.
* * *
Hari berlalu. Akupun sudah semakin mengenal teman-temanku di kelas, apalagi dengan Zakiyah. Aku, dia, dan teman sebelahku sering mengobrol. Berdiskusi tentang hal-hal yang kecil sampai dengan masalah-masalah yang serius. Namun aku masih belum mengenal teman sebelah Zakiyah, walaupun kini aku sudah tahu namanya. Kharisma Nuryani. Nama yang begitu indah bagiku.
Kharisma memang sungguh berkharisma buatku. Pertama kali kulihatnya, menurutku dia itu perempuan yang yah….lumayan cantik, putih, tinggi, cukup pintar, aktif organisasi juga. Ketika kulihat dia berbicara dengan orang lain, kutahu bahwa dia juga perempuan yang lemah lembut, sopan, dan bertatakrama, berbeda dengan siswi-siswi lainnya. Tambah lagi dengan jilbabnya yang rapi dan selalu menjulur ke dada. Aku kemudian berpikir, mungkin dia adalah perempuan yang menjaga komunikasi dengan lawan jenis.
* * *
Hari terus berganti. Kharisma sudah mulai mau mengobrol denganku. Kebetulan juga, hampir tiap hari tempat duduk kami berdekatan.
Namun aku merasakan sesuatu yang aneh pada diriku. Entah kenapa tiap hari aku hampir selalu memikirkan Kharisma. Ada apa ini? Tiap kali aku mengingatnya, perasaan takut untuk berpisah dengannya selalu melanda diriku. Astaghfirullah…
Kharisma telah mengubah hidupku. Tiap kali bayangan dirinya terlintas di pikiranku, aku teringat Allah dan berusaha untuk menghapus bayangan Kharisma tersebut dari otakku. Tidak seperti dahulu ketika aku merasa terpikat oleh seseorang, aku akan berusaha untuk terus mengingatnya, dan hal itu malah membuatku lalai kepada Tuhanku. Hatiku bertanya-tanya, “Tunggu, tunggu, mungkinkah aku merasakan rasa yang sudah lama tidak aku rasakan itu? Oh, tidak!”
* * *
Siang ini saat istirahat, kulihat Kharisma melamun di kursinya. Sendiri. Mukanya pucat dan pandangannya kosong. Sebenarnya, tidak hanya kali ini kulihat Kharisma begitu. Hampir tiap hari kulihat ia murung, seperti memikirkan masalah yang besar. Dan tiap kali aku melihatnya seperti itu, perasaan ingin melindungi dan menemaninya untuk selamanya selalu muncul di benakku.
Aku mengerti sekarang mengapa aku harus tinggal di kota ini. Selain untuk mendapat pendidikan yang bagus, aku pikir mungkin di tempat inilah jodohku berada. Ya, takdir Tuhan tiada yang tahu bukan?
Harus kuakui lagi, Kharisma adalah sosok yang berkharisma, dan iapun telah mengubah hidupku, mengubah cara berpikirku tentang arti kehidupan ini. Aku merasa kini aku lebih dapat berpikir dewasa dan bijaksana.
* * *
Hari terus berlalu. Hatiku semakin terpikat olehnya. Dalam hati aku berjanji akan menjadi orang yang lebih baik dan bisa membahagiakan keluargaku. Aku juga bertekad untuk menjadi pemimpin rumah tangga yang baik kelak, aku akan selalu menyayangi dan melindunginya, meski sekarang aku bukanlah siapa-siapa dan belum bisa berbuat apa-apa untuknya.
“Tunggu aku, Kharisma Nuryani, si perempuan yang berkharisma dan bercahaya, sang bunga jiwaku….!”


Solo, 23 Oktober 2009
21. 55 WIB

Marina Rizki Tri Cahyani
Readmore → Semua Ada Hikmahnya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Akhir Sebuah Harapan

Akhir Sebuah Harapan


Malam yang sepi. Sunyi, senyap. Bunyi detik jam yang berjalan seolah merajai malam ini. Meski malam telah larut, aku belum berniat untuk memejamkan mata menuju dunia mimpi. Aku masih asyik menulis ’ending’ sebuah cerita di buku harianku. Sebuah cerita dalam hidupku, cerita cinta. Sambil menulis, kubuka kembali lembaran-lembaran cerita yang telah tertuang di buku harianku. Kembali kubaca semua yang telah kutulis, dari awal cerita, hingga menjelang akhir....

* * *

14 Agustus 2002
Dear diary,
Ini kali pertama aku berbagi cerita denganmu. Entah mengapa sejak seminggu lalu aku ingin sekali mencurahkan isi hati, apa yang kini sedang kurasa. Namun sayang, aku tak tahu kepada siapa aku harus bercerita, hingga pada akhirnya hari ini kubuka kembali lemari bukuku dan kulihat sebuah buku diary yang diberikan oleh sahabatku dua tahun lalu.
Sekarang, aku mulai ceritanya...
Sebulan yang lalu, aku dinyatakan resmi menjadi anak SMA. Awal pertama aku masuk ke SMA, aku dan teman-teman yang lain harus mengikuti MOS, sebuah masa yang sungguh menyebalkan tetapi juga mengesankan...
MOS berjalan selama 4 hari, dan setelah itu aku dan teman-temanku bisa memulai kehidupan yang ’normal’ di SMA ini.
Hari pertama setelah MOS, KBM belum dimulai. Kegiatan hari ini hanya perkenalan antarsiswa dan antara guru-guru mapel dengan siswa.
Oy, sekedar informasi, sekarang ini aku ditempatkan di kelas 1-A, kelasnya anak-anak pandai, begitu kata banyak orang. Terbukti, ternyata di kelasku ini banyak anak-anak olimpiade.
Perkenalan dimulai dan berjalan seperti biasa, hingga tibalah giliran seorang anak olimpiade untuk berkenalan.
Nama anak itu Ahmad Rio Haryanto. Tak ada yang istimewa bagiku. Tapi saat perkenalan tadi, teman-temanku baik laki-laki maupun perempuan banyka yang mengaguminya. Ya, mungkin karena kagum pada prestasinya.
Diary, sekian dulu ceritaku hari ini, aku mau belajar.

14 September 2002
Dear diary,
Sebulan telah berlalu dari awal aku mulai bercerita padamu. Kini aku sedang sibuk menjalani kehidupan sekolahku. Uh...setiap hari ada PR dan tugas. Tapi tak apalah, namanya juga perjuangan.
Tentang nak olimpiade itu, ARH, kharismanya semakin memudar. Banyak teman-teman yang bilang kalau dia itu anak yang sombong. Tapi entah mengapa sekarang aku mulai kagum padanya. Ada apa ini??

30 September 2002
Dear diary,
Hari-hari sekolah berlangsung seperti biasa. Tapi hatiku sedang mengalami rasa yang tidak biasa.
Perasaan kagumku kepada ARH semakin hari semakin bertambah....

20 Juni 2003
Dear diary,
Waktuku di kelas 1 akan segera berakhir. Entah kenapa aku merasa sedih sekali. Aku telah menemukan sahabat-sahabat yang baik di kelas ini, aku tidak ingin berpisah dengan mereka....
Aku juga tidak ingin berpisah dengan ARH. Aku tak tahu mengapa perasaan kagumku rasanya kini mulai berubah, lebih dalam....

15 Juli 2003
Dear diary,
Hari ini hari pertama Aku masuk di kelas 2. Sedih sekali rasanya berpisah dengan sahabat-sahabatku dan...ARH!

20 Februari 2004
Dear diary,
Setengah tahun sudah aku menjalani masa-masa di kelas 2. Alhamdulillha, aku bisa mengikuti pelajaran dengan baik, meski butuh perjuangan. Hubunganku dengan sahabat-sahabatku tetap terjaga meski kami berlainan kelas.
Tapi satu hal yang membuatku tak nyaman, meski telah ’berpisah’ dengan ARH, perasaanku padanya tidak berubah, malah semakin kuat....

15 Juli 2004
Dear diary,
Hari ini aku telah menjadi siswi kelas 3 SMA! =D
Tapi itu berarti perjuangan yang lebih berat akan dimulai! -_-
Satu hal yang membuatku sedih, jarak kelasku dan kelas ARH semakin jauh. Kalau tahun lalu hanya berjarak 3 kelas, sekarang menjadi 5 kelas. Apakah ini berarti aku tidak berjodoh dengannya?

15 Oktober 2005
Dear diary,
Kini aku bukan lagi anak SMA! =d
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menyelesaikan studyku di SMA dengan baik dan bisa melanjutkan pendidikan sesuai dengan harapanku.
Tapi aku juga merasa sedih karena sekarang aku dan ARH benar-benar jauh! Kami berkuliah di kota yang berbeda... :’(
Meski begitu, aku masih berharapa suatu saat kami bisa bertemu. Tapi aku sendiri juga bingung, kalau ketemu dengannya, mau apa? Sejak kelas 1 SMA kami tidak terlalu dekat dalam berteman, bahkan berbicarapun jarang sekali. Kurasa harapanku itu tiada gunanya.

27 Juli 2006
Dear diary,
Setahun sudah aku menjalani masa-masa lepas SMA. Hidup terasa semakin berat. Ya, maklumlah, proses menuju kedewasaan.
Sudah setahun juga ku tak melihat wajah ARH. Tetapi, perasaanku padanya tak berkurang sedikitpun, malah bertambah. Aku jadi tidak yakin dengan perasaan ini, cinta atau obsesi? Aku tahu harapanku berjodoh dengannya hanyalah sebuah angan-angan, karena kau tak pernah berani memperjuangkannya.

5 Oktober 2009
Dear diary,
Hari ini aku menerima pesan dari sahabtku sewaktu SMA dulu.
”Mar, teman kita Rio akan menikah. Teman-temannya SMA diharap bisa datang.”
Deg! Aku terkejut bukan main. Hatiku hancur, perasaanku kacau. Inikah jawaban atas harapanku???

11 Desember 2009
Dear diary,
Hari ini aku datang ke pernikahan ARH. Aku berkumpul kembali dengan teman-temanku semasa SMA dulu, bercanda, dan tertawa layaknya anak-anak SMA.
Kuucapkan selamat pada ARH dan istrinya. Sedikitpun tak terlihat kesedihan di wajahku. Ya, karena kau telah ikhlas menerima kenyataan. Mungkin inilah cara Tuhan menjawab harapanku. Aku bersyukur karena Tuhan menunjukkan kebenaran ini, agar aku tak berlarut-larut dalam harapn yang kosong. Kini aku tahu bahwa dia bukanlah jodohku. Aku yakin Tuhan akan memberiku jodoh yang lebih baik darinya.

* * *

Jam menunjukkan pukul 23.55 WIB. Kuputuskan untuk menutup buku harianku karena esok pekerjaan baru telah menantiku. Dalam hati aku berjanji, esok akan kutulis cerita baru di buku harianku, cerita yang lebih baik....



Solo, 11 Desember 2009
19.10 WIB
Marina Rizki Tri Cahyani
Readmore → Akhir Sebuah Harapan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Brosur Ekskul


Alhamdulillah….Akhirnya jadi juga ngupload tugas TIK. Tugas TIK ini merupakan posting pertama di blog saya. Maklum, blog ini saya buat awalnya karena mendapat tugas dari guru. Jadi mungkin isi blog ini masih biasa-biasa saja atau mungkin masih terlalu kurang bagus. Tapi semoga untuk posting-posting berikutnya bisa lebih baik dari yang ini...
Readmore → Brosur Ekskul

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS